Mengikuti Paman
Hati Muhammad ﷺ yang masih kecil merasa pengap dengan kehidupan di Mekah. Setiap hari, dilihatnya anak-anak fakir miskin seusianya bekerja bersama-sama dengan bertelanjang tanpa rasa malu.
Muhammad ﷺ juga melihat setiap malam pintu rumah orang-orang kaya tertutup rapat. Di dalam, mereka berpesta pora, menyaksikan para penari, dan bermabuk-mabukan sampai pagi sambil dijaga oleh para budak. Padahal, di tempat lain, ia melihat orang-orang berjuang mencari rezeki antara hidup dan mati.
Muhammad ﷺ sering sekali melintas di depan gubuk-gubuk reyot dan rumah-rumah kumuh. Pintu-pintu mereka juga tertutup rapat, tetapi di dalamnya tinggal orang-orang yang hidup menderita. Orang-orang itu jika tidak memiki bahan makanan, besok atau lusa terpaksa menggadaikan anak gadis, istri atau ibunya untuk dikumpulkan menjadi budak para saudagar demi melepaskan diri dari lilitan hutang.
Di depan gubuk-gubuk itu, Muhammad ﷺ melihat para pemuda berkumpul. Pikiran mereka dipenuhi impian tentang datangnya mukjizat yang akan mampu membebaskan Mekah dari kebiadaban. Para pemuda itu berkumpul mengelilingi seorang laki-laki yang bercerita tentang legenda-legenda indah orang-orang terdahulu yang berjuang melawan raja yang sewenang-wenang.
Suatu saat, pada usia Muhammad ﷺ 12 tahun, Abu Thalib berniat pergi berdagang ke Syam untuk mencari nafkah.
“Ajaklah aku, Paman!” pinta Muhammad ﷺ.
“Tetapi, perjalanan padang pasir begitu sulit dan jauh! Aku tidak tega mengajak anak sekecilmu menempuh kesulitan sedemikian berat!”.
Saat itu, hanya Abu Thalib tempat Muhammad ﷺ berlindung. Ia merasa amat kesepian jika harus menghadapi kehidupan Mekah seorang diri, tanpa ada paman di sampingnya.
“Kepada siapakah Paman akan meninggalkan aku seorang diri apabila Paman pergi nanti?” tanya Muhammad ﷺ begitu mengiba.
Abu Thalib sangat terharu,
“Demi Allah, aku pasti membawanya pergi. Ia tidak boleh berpisah denganku dan aku tidak boleh berpisah dengannya selama-lamanya.”
Lihb Si Peramal
Orang-orang Quraisy sering mendatangi Lihb dengan membawa anak-anaknya untuk diramal.
Suatu hari, Lihb melihat Muhammad ﷺ.
“Kemarilah, hai anak muda!” serunya. Namun, Abu Thalib segera menyembunyikan Muhammad ﷺ dan membawanya pergi hingga Lihb berteriak-teriak,
“Celakalah kalian, bawa ke sini anak muda yang aku lihat tadi! Demi Allah, anak ini akan menjadi orang besar di kemudian hari!”
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد
Jamuan Buhaira
Berangkatlah rombongan kafilah Quraisy menuju ke Syam 1). Ketika tiba di Busra, mereka melewati rumah ibadah seorang pendeta Nasrani bernama Buhaira. Ia adalah pendeta yang pandai. Di rumah ibadahnya, selalu ada pendeta dan umat Nasrani yang menuntut ilmu kepada Buhaira.
Biasanya, Buhaira tidak pernah menggubris rombongan Quraisy yang setiap tahun melintas di tempat itu. Namun, kali ini ada yang berubah pada diri Buhaira. Ketika rombongan Quraisy, termasuk Abu Thalib dan Muhammad ﷺ, singgah di dekat rumah ibadahnya, Buhaira memerintahkan para pembantunya untuk membuat masakan yang banyak.
Buhaira berbuat begitu karena dari jendela rumah ibadahnya, ia melihat hal yang aneh pada rombongan Quraisy. Ada awan kecil yang bergerak pelan mengikuti ke mana pun kafilah pergi. Ada sesuatu atau seorang di dalam kafilah yang dilindungi awan itu dari terik matahari.
Buhaira bergegas mendatangi kafilah yang tengah beristirahat di bawah pepohonan rindang dan berkata
“Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku telah membuat makanan untuk kalian. Aku ingin kalian semua, anak kecil, orang dewasa, budak, dan orang merdeka, singgah di rumahku”
Salah seorang Quraisy bertanya,
“Demi Allah, hai Buhaira, alangkah istimewanya apa yang engkau perbuat kepada kami hari ini. Padahal, kami sering melewati tempat mu ini. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?”
“Engkau benar,” jawab Buhaira,
“dulu aku memang seperti yang engkau katakan. Namun, kalian, semuanya, adalah tamuku kali ini dan aku ingin menjamu kalian. Aku telah membuat makanan dan kalian semuanya harus ikut makan.”
Dengan senang hati, rombongan Quraisy pun masuk ke rumah Buhaira untuk memenuhi undangannya. Hanya saja, Muhammad ﷺ tidak ikut karena ia masih kecil. Ia ditugaskan menjaga perbekalan kafilah.
__
1) Negeri Syam
Abu Thalib berangkat tahun 582 Masehi ke negeri Syam.
Syam saat itu adalah sebuah negeri yang wilayahnya (sekarang) meliputi Syria, Yordania, dan Palestina.
Syam berada di bawah pemerintahan Romawi Timur
Bersambung...
EmoticonEmoticon