" Untuk apa upah dari dirimu, aku menjalankan tugasku ini
semata-mata karena Allah Ta'ala. Dan tiada yang memberi upah pada saya
melainkan Allah yaitu Dzat yang menjadikan saya. Tidakkah kamu berpikir sebelumnya,
"kata nabi Hud menambahi. Ketika mendengar jawaban yang diberikan nabi Hud
kepada pemimpin kaum Ad, maka merah padamlah mukanya. Namun ketika hendak
mencabut pedangnya guna menghabisi nabi Hud terasa sekali betapa sulitnya untuk
mengeluarkannya dari sarungnya.
Hal ini membuat keraguan dalam
hatinya. la bertanya dalam hati mungkin Hud adalah utusan Allah yang
sebenarnya. Namun pikiran itu segera ditepisnya jauh-jauh, karena jika ia
mengakui kenabian Hud berarti tidak bisa mempertahankan pendapatnya selama ini.
Dengan cepat pemimpin kaum Ad itu
pergi meninggalkan kerumunan masa diikuti mereka yang kafir. Nabi Hud kemudian
meneruskan dakwahnya pada masyarakat yang mulai terbuka hatinya untuk mengikuti
ajaran agama.
Setelah mendapat keterangan
mengenai ajaran yang dibawa nabi Hud itu benar, akhirnya sebagian dari mereka
menyatakan masuk ke dalam ajaran itu. Sedangkan yang separuhnya lagi masih
belum percaya dengan ucapan dan keterangan nabi Hud. Dengan demikian bertambahlah
lagi pengikut nabi Hud.
Nabi Hud mengajari mereka dengan
keimanan dan ketaqwaan. Nabi Hud tetap berpesan agar tidak menyembah
berhala-berhala. Sebab berhala itu tidak dapat menolong kesulitan mereka.
Meskipun sudah mendapat pengikut
yang agak banyak, nabi Hud tetap berdakwah dan mengajak kaum Ad yang belum
sadar. Namun ajakan nabi Hud mendapat ejekan dan hinaan. Mereka menyebutnya
bahwa nabi Hud telah gila. Hal ini sesuai dengan Al Qur'an surat Hud ayat 54:
yang artinya: " Kami tidak
mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit
gila atas dirimu". (Hud: 54)
Setelah usaha untuk mengembalikan
kaum Ad pada jalan kebenaran tidak membawa hasil, ahkhirnya nabi Hud mengadukan
semua yang dialaminya kepada Allah.
" Wahai Allah, sesungguhnya
aku telah melaksanakan tugasku untuk membenahi akhlak kaum Ad. Namun apa
balasan mereka terhadapku. Aku mohon kepada-Mu, bukalah pintu hati mereka
sehingga mau menerima ajaranku".
Nabi Hud tidak mau berdoa yang bersifat mencelakakan kaum Ad.
Bisa kita bayangkan bagaimana luhurnya hati nabi Hud.
Allah Menurunkan Azabnya
Setelah peringatan-peringatan
yang diberikan nabi Hud tidak dihiraukan kaurn Ad sama sekali, semua keputusan
diserahkan sepenuhnya kepada Allah. Meskipun demikian beliau tak bosan menyeru
pada kaum Ad untuk menyembah Allah dan meninggalkan berhala-berhala sebagai
tuhan mereka.
Namun mereka semakin berbuat
kerusakan di muka bumi. Setiap kali mendapat peringatan nabi Hud, mereka malah
berbuat sombong dan durhaka. Bahkan mereka tetap menolak untuk mengakui bahwa
Hud merupakan utusan Allah.
Di tengah-tengah bejatnya moral
yang sudah memuncak ini nabi Hud berdoa: "Ya Allah, sekiranya Engkau
membuat mereka jera dengan adanya kemarau panjang kemungkinan besar mereka
percaya ajaranku". Doa nabi Hud di tengah malam. Sebab beliau mengira
bahwa dengan adanya musim kemarau panjang berarti harta mereka akan ludes dan
dapat insyaf kembali. Tuhan Maha Mendengar sehingga permintaan utusan-Nya dikabulkan.
Kemarau yang merupakan azab Allah
bagi kaum Ad rasanya tiada berkesudahan. Terik matahari yang membakar bumi
tidak dapat menghidupkan tanaman, sehingga sumber penghasilan kaum Ad sudah
tidak ada lagi. Musim kemarau ini sungguh dahsyat sebab semua harta yang telah
dikumpulkan kaum Ad sedikit demi sedikit mulai kikis. Hal ini disebabkan untuk
menutup kebutuhan sehari-harinya sehingga lama-kelamaan harta tersebut habis.
Di saat demikian nabi Hud tetap
berdakwah dan tetap mengajak kaum Ad untuk meminta pertolongan kepada Allah.
Beliau tidak merasa bosan dan putus asa meskipun mendapat rintangan dalam
dakwahnya. Dalam hatinya, beliau bersyukur kepada Allah benar-benar menurunkan
peringatan berupa kemarau panjang ini.
Melihat dan merasakan kemarau
seperti itu, pemimpin dan kaum Ad pergi ke rumah penyembahan. Di situ terdapat
beberapa berhala yang sebelumnya dijadikan untuk meminta pertolongan dan
meminta keselamatan. Nabi Hud juga ikut di dalamnya.
" Wahai tuhan Shada, tuhan
shamud dan Al-haba. Janganlah kalian mengutuk kami sehingga semua tanaman
sebagai sumber penghidupan tidak dapat mengeluarkan buahnya, "kata
pemimpin kaum Ad yang diikuti kaumnya. Suaranya tidak lebih dari ribuan tawon
yang sedang terbang. Kemudian pemimpin itu menyalakan dupa dan rnenaruhnya di
depan berhala. Hal ini diikuti pula oleh kaumnya. Melihat hal ini nabi Hud
tertawa dalam hati. Mana mungkin tuhanmu akan (dapat) menolong kalian.
" Wahai tuhan kami,
hentikanlah kemurkaanmu. Sungguh kami tidak tahan dengan penderitaan ini,
"keluh pernimpin kaum Ad. Kemudian mereka menundukkan kepalanya secara
bersamaan untuk menghormati berhala itu. Setelah itu mereka perlahan-lahan
beranjak dari tempat penyembahan. Di saat inilah nabi Hud berbicara dengan
suara menggelegar sehingga semua yang hadir terkejut. Sebab di dalam rumah
penyembahan tidak diperkenankan berbicara dengan suara agak nyaring.
" Wahai saudaraku. Mengapa
kalian tetap menyembah berhala yang terbuat dari batu itu. Apakah kau tidak mengerti
jika batu itu tidak mendengar apalagi menolongmu, "kata nabi Hud.
" Panas yang demikian terik
bukanlah kutukan berhala dungu itu, namun ini sebagai peringatan Tuhan yang aku
sembah agar kalian tidak menyekutukan-Nya. Jika kalian berdoa minta pertolongan-Nya,
niscaya Allah akan menolongmu, "kata nabi Hud menambahkannya. Nabi Hud
berharap dengan adanya musim kemarau seperti ini pasti membuat kaum Ad yang
durhaka akan mau mengikuti ajarannya
" Wahai Hud, mengapa kau
datang ke tempat ini, karena semua ulahmu sehingga tuhan kami menurunkan
kemarau yang begitu hebat. Jika kau tidak menghentikan ocehanmu, maka kami
tidak segan-segan menghabisimu, ''kata pemimpin kaum Ad setelah mengetahui
kedatangan nabi Hud dan mendengarkan ucapannya. Mereka tetap menganggap, jika
kemarau itu adalah kutukan dari berhala-berhala yang disembahnya.
" Wahai saudaraku, aku sudah
berulang kali mengatakan pada kalian, sembahlah Allah. Sebab aku khawatir azab
yang diturunkan-Nya pada kita lebih hebat dari azab kaum Nuh. Mungkin ini awal
dari azab itu. Untuk itulah aku mengajak kalian bertaqwa dan menyembah Allah,
"kata nabi Hud dengan suara datar. Meskipun demikian semua kaum Ad dan
pemimpinnya tidak mau lagi mendengarkan ucapan Nabi Hud. Mereka malah ngeloyor
pergi begitu saja dengan membawa kekesalan.
Menurut sejarah, kemarau yang
diturunkan Allah kepada kaum Ad kurang lebih tiga tahun. Dalam waktu itu tidak
ada setetes embun yang jatuh. Hal ini membuat semua sumber air tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Waktu itu bumi betul-betul kering dan tandus.
Dalam keadaan seperti ini kaum Ad
sudah berputus asa dan hendak mencari tempat yang lebih subur. Namun semua
rencana ini gagal sebab keledai dan unta yang hendak dijadikan kendaraannya
sudah tidak mampu lagi berjalan jauh sebab makanan yang diberikan tuannya
bukanlah rumput segar lagi. Karena itulah rencana ini gagal.
Suatu malam nabi Hud didatangi
malaikat yang memberi tahukan bahwa sebentar lagi azab Allah akan datang.
Malaikat itu berpesan pada nabi Hud agar segera meninggalkan perkampungannya
bersama pengikutnya.
Malam itu juga nabi Hud
mengumpulkan orang-orang beriman dan mengajak pergi dari perkampungan. Mereka
menuju ke Hadratul Makkah. Malam semakin larut dan nabi Hud bersama pengikutnya
sudah jauh meninggalkan wilayahnya, maka datanglah angin topan. Angin ini
berhawa dingin dan menerjang wilayah Ad. Ternak-ternak kaum Ad bergelimpangan.
Begitu pula bangunan yang dibanggakan selama ini.
Setelah itu orang-orang yang
menentang ajaran nabi Hud di hancurkan juga. Mereka seperti kapas yang
berterbangan. Di saat itulah mereka sadar bahwa ajaran dan ancaman nabi Hud
telah terbukti. Mereka menyebut-nyebut nama Hud dan memanggilnya. Namun
penyesalan tinggal penyesalan sebab nabi Hud sudah berada di daerah yang jauh
dan Allah tidak menerima penyesalan mereka lagi.
Dalam Al Qur'an surat Al Haqqoh
ayat 6 sampai ayat 8 telah diterangkan mengenai azab yang menimpa kaum Ad, kaum
yang durhaka. Bunyi arti surat tersebut ialah :
" Adapun kaum Ad, mereka
telah dibinasakan dengan angin kencang dan amat dingin. Allah yang melimpahkan
angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus menerus. Maka
kamu lihat kaum 'Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul
pohon yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorangpun yang
tinggal di antara mereka". (Al Haqqoh : 6-8)
Dalam hal ini Allah mengumpamakan
kaum Ad seperti pohon yang telah lapuk. Artinya mereka tidak berdaya sama
sekali ketika menghadapi azab yang maha dahsyat itu. Arti lain ialah
orang-orang kaum Ad merasa dirinya pandai, gagah dan kuat seperti pohon yang
berdiri tegar. Namun setelah menerima azab yang hebat itu mereka tidak mampu
menahannya.
Dalam surat Adz-Dzariyat ayat 41
sampai 43 juga diterangkan mengenai kehancuran kaum Ad. Adapun artinya ialah
sebagai berikut:
" Dan juga pada (kisah) 'Ad
ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan, angin itu tidak
membiarkan satupun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti
serbuk". (Adz-Dzariyat : 41-42)
Sungguh hebat azab Allah sehingga
membinasakan seluruh wilayah negeri. Mengingat hal ini maka nabi Hud dan semua
pengikutnya yang beriman tidak lagi menempatinya melainkan pergi ke negeri yang
baru, yaitu Hadramaut Makkah. Di sana beliau menyebarkan ajarannya dan
bertambah banyak pula pengikutnya. Di sana pula beliau wafat dan dimakamkan.
Sumber: http://sejarahkisahnabi.blogspot.co.id
EmoticonEmoticon